TRIBUNNEWS.COM -- Sudah kehilangan rumah dan harta benda akibat letusan Gunung Merapi, masih harus menghadapi kenyataan anggota keluarganya ditahan polisi akibat tuduhan melakukan penjarahan. Itulah yang dialami Ny Wartinah, warga Singlar, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.
"Kami sekeluarga sudah tidak punya apa-apa lagi. Rumah sudah rata dengan tanah akibat Merapi, masih ditambah lagi suami saya ditahan di Polda DIY karena dituduh menjarah," ujar Ny Wartinah dengan suara bergetar menahan tangis, ketika ditemui di lokasi pengungsian, Dusun Surodinangan, Desa Jambitan, Kecamatan Banguntapan, Bantul, Sabtu (4/12/2010).
Sang suami, Nyoto Dorjosuwarno (49), bersama enam tetangganya, sudah 11 hari meringkuk di sel tahanan Polda DIY, sejak 24 November lalu.
"Saya bingung memikirkan nasib keluarga selanjutnya. Saya tidak tahu lagi harus berbuat apa," kata Ny Wartinah.
Musibah itu bermula ketika 18 November lalu, Nyoto ikut melakukan kerja bakti di kampung halamannya yang terkena letusan Gunung Merapi.
"Bersama sejumlah anggota TNI, Brimob, dan Tagana, kami membakar bangkai ternak yang sudah membusuk. Karena kehausan dan tidak ada minuman, kami membuka toko milik Pak Maridi. Saya ambil satu minuman ringan dalam gelas plastik merek Ale-ale," ujar Hengky Gunanto (17), seorang tersangka.
Hengky lebih beruntung dibandingkan tujuh tersangka lain. Pemuda lulusan SMP tersebut tidak ikut ditahan bersama tersangka lain karena dianggap masih belum dewasa. Menurut Hengky, orang-orang lain yang ikut kerja bakti ada yang mengambil minuman ringan sebagai pelapas dahaga dan lima bungkus makanan bernama slondok (terbuat dari tapioka), harga totalnya Rp 30 ribu.
Kebetulan saat itu ada wartawan sebuah televisi yang berkantor di Jakarta mengambil gambar ketika Nyoto Cs sedang mengambil makanan dan minuman di toko milik Maridi alias Rumi.
"Wartawan itu menyuruh kami mengulang kejadian untuk diambil gambarnya. Karena tidak tahu maksudnya, kami menurut saja," kata Hengky.
Rupanya pengambilan gambar tersebut berlanjut dengan tayangan di televisi, Minggu, 21 November, dalam acara Topik Pagi di stasiun televisi ANTV. Narasi dalam tayangan itu menyebutkan terjadi aksi penjarahan terhadap rumah warga korban Merapi yang ditinggal mengungsi pemiliknya.
Tak pelak, dua hari kemudian jajaran Polda DIY melakukan serangkaian penangkapan terhadap orang-orang yang gambarnya muncul dalam tayangan tersebut.
"Suami saya dijemput polisi sekitar pukul 02.00 WIB, 23 November. Katanya hanya mau dimintai keterangan terkait dengan sebuah berita di televisi. Ternyata sampai sekarang suami saya malah ditahan," kata Wartinah.
Sekitar dua jam kemudian ganti Hengky yang dijemput polisi.
"Dalam pemeriksaan saya ditanya barang apa saja yang saya ambil," katanya.
Bantuan hukum
Selain Nyoto, Polda DIY menahan Sutrisno (30), Suparno (20), Muryadi (25), Eko Nugroho, Nuryanto (27), dan Agus Biantoro (19). Para tersangka itu semua warga Singklar, Desa Glagaharjo, Cangkringan, yang tak lain tetangga pemilik toko. Ny Wartinah baru sekali menjenguk Nyoto di tahanan.
"Bapak pesan supaya tidak usah terlalu sering menjenguk karena nanti justru banyak keluar biaya. Namun saya tak tega dan tidak tenang berada di pengusian ini selama Bapak masih berada dalam tahanan," katanya.
Permintaan agar para tersangka bisa ditangguhkan penahanannya bukan tidak pernah dilakukan. "Atas saran Pak Suroto, Kepala Desa Glagaharjo, kami keluarga tersangka yang ditahan menandatangani surat permohonan penangguhan penahanan. Namun sampai sekarang tidak ada kabar beritanya," kata Ngatiman, kakak tersangka Suparno.
Nasib apes yang menimpa para tersangka baru terungkap ke permukaan ketika ada yang memberi informasi kepada Tim SAR Klaten, pimpinan Indriarto SH, Sabtu (4/12/2010).
"Kami terkejut setelah mengetahui cerita dari keluarga tersangka dan Pak Maridi sebagai pemilik toko. Kasus ini mirip kisah Nenek Minah yang dituduh mencuri enam kakao dan orang yang dituduh mencuri dua semangka," kata Indriarto.
Tim SAR Klaten langsung memberi bantuan hukum kepada para tersangka dengan melibatkan advokat dari Klaten, Dina Nurmalawati SH. "Kami akan memberi bantuan hukum secara prodeo (cuma-cuma). Mereka ini kan korban Gunung Merapi yang sebagian besar di antaranya sudah tidak mempunyai apa-apa lagi," kata Dina. (*)