Senin, 13 Desember 2010

KEPUTUSAN PENURUNAN STATUS AKTIVITAS G. MERAPI DARI AWAS KE SIAGA PER 3 DESEMBER 2010


KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA
BADAN GEOLOGI
JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122
JALAN JEND GATOT SUBROTO KAV. 49 JAKARTA 12950
Telepon: 022-7212834, 5228424,021-5228371 Faksimile: 022-7216444, 021-5228372 E-mail: geologi@bgl.esdm.go.id


Nomor : 3120/45/BGL.V/2010 3 Desember 2010
Sifat : Penting
Lampiran : 1 berkas
H a l : Penurunan status aktivitas G. Merapi
dari Awas ke Siaga
Yang terhormat,
1. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
2. Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
3. Gubernur Jawa Tengah
4. Bupati Sleman
5. Bupati Magelang
6. Bupati Klaten
7. Bupati Boyolali

Bersama ini disampaikan dengan hormat hasil evaluasi data pemantauan aktivitas G. Merapi
hingga 2 Desember 2010, sebagai berikut:

I. Pendahuluan
Gunungapi Merapi merupakan gunungapi tipe strato, dengan ketinggian 2980 meter dari
permukaan laut (sebelum erupsi 2010). Secara geografis terletak pada posisi 7° 32.5’ Lintang Selatan dan 110° 26.5’ Bujur Timur, secara administratif terletak pada 4 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten.
Status aktivitas G. Merapi ditingkatkan dari Aktif Normal menjadi Waspada pada tanggal 20 September 2010, ditingkatkan menjadi Siaga pada 21 Oktober 2010 dan kemudian menjadi Awas pada 25 Oktober 2010 pukul 06:00 WIB. Erupsi pertama terjadi pada 26 Oktober 2010 pukul 17:02 WIB kemudian disusul dengan rangkaian erupsi lainnya dengan erupsi terbesar terjadi pada tanggal 5 November 2010.

II. Hasil Pemantauan
Berikut disajikan uraian singkat hasil pemantauan G. Merapi hingga tanggal 2 Desember
2010, meliputi data pemantuan secara instrumental dan visual.

1. Kegempaan
Berdasarkan data kegempaan (lampiran, gambar 1) dari berbagai stasiun seismik di sekitar G. Merapi, dapat disimpulkan sebagai berikut:
 Terjadi penurunan jumlah dan energi gempa vulkanik.
 Terjadi penurunan gempa fasa banyak (multiphase / MP) yang menandakan penurunan aliran fluida
     (gas, uap dan magma).
 Terjadi penurunan jumlah kejadian guguran yang menandakan puncak G. Merapi menuju kestabilan atau
    tidak menunjukkan adanya deformasi yang signifikan.
 Terjadi penurunan amplituda dan kejadian tremor yang semula menerus, saat ini tidak lagi menerus.
 Terjadi penurunan kejadian awan panas, dengan demikian terjadi penurunan ancaman bahaya erupsi
     G. Merapi.
 Data RSAM (Real-time Seismic Amplitude Measurement) yang merupakan pencerminan energi getaran
     vulkanik menurun secara tajam (gambar 2). Hal ini menunjukkan adanya penurunan energi getaran yang
     berasal dari dinamika fluida (gas, uap dan magma).
 Spektrum tremor sebelum, pada saat dan setelah letusan (gambar 3) menunjukkan adanya variasi yang
    menuju ke kestabilan dinamika fluida. Dengan demikian, tekanan fluida menurun dan menuju ke arah stabil.

2. Deformasi
Deformasi tubuh G. Merapi dipantau secara instrumental dengan tiltmeter (alat ungkit) yang dipasang di Museum G. Merapi sekitar 8 km selatan G. Merapi (gambar 4).
Pada komponen radial, data sebelumnya menunjukkan adanya deflasi (penurunan) yang mencerminkan terjadinya pengempisan bagian puncak G. Merapi, kemudian data relatif datar yang menunjukkan kecenderungan stabil. Pada komponenn tangensial, data sebelumnya menunjukkan adanya inflasi (pengembungan) kemudian datar yang berarti tidak ada deformasi signifikan pada kantung magma bagian dalam.

3. Visual
Pemantauan visual dilakukan secara langsung dari pos pengamatan darurat di Ketep dan Manis Renggo dan pemantauan dengan CCTV (closed circuit televisi) di Kaliurang dan Deles. G. Merapi seringkali tertutup kabut, namun pada saat cuaca terang terpantau asap letusan dengan ketinggian kurang dari 500 meter dari kawah G. Merapi dengan tekanan lemah hingga sedang dan tertiup angin dominan ke arah barat.

4. Emisi Gas SO2
Pantauan emisi gas SO2 G. Merapi di udara dari Satelit OMI dan AIRS (gambar 5) menunjukkan tingkat emisi maksimum yang terjadi pada 6 November 2010 dengan massa sebesar 250-300 kiloton. Sejak saat itu emisi gas SO2 di udara berangsur menurun dan hingga saat ini emisi gas SO2 G. Merapi tidak lagi terdeteksi oleh satelit.

5. Bahaya Lahar Hujan
Volume endapan material erupsi G. Merapi tahun 2010 sekitar 150 juta m3 yang jika terjadi hujan dengan intensitas tinggi berpotensi menyebabkan aliran lahar hujan yang dapat mengancam pemukiman penduduk serta masyarakat yang beraktivitas di bantaran sungai-sungai yang berhulu di Puncak G. Merapi. Secara umum, endapan lahar telah teramati di semua sungai yang berhulu di puncak G. Merapi dari arah Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat, hingga Barat Laut, meliputi K. Woro, K. Gendol, K. Kuning, K. Boyong, K. Bedog, K. Krasak, K. Bebeng, K. Sat, K. Lamat, K. Senowo, K. Trising, dan K. Apu. Telah tercatat beberapa kejadian banjir lahar yang diantaranya menyebabkan kerusakan pada beberapa jembatan.

III. Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi data pemantauan G. Merapi secara instrumental dan visual, disimpulkan bahwa aktivitas G. Merapi menunjukkan penurunan. Dengan menurunnya aktivitas tersebut, maka terhitung mulai tanggal 3 Desember 2010 pukul 09.00 WIB, status aktivitas G. Merapi diturunkan dari tingkat “AWAS” menjadi “SIAGA”. Dalam tingkat “SIAGA” masih berpotensi adanya ancaman bahaya primer berupa erupsi
dengan awanpanas dan lontaran material pijar. Perkiraan jika terjadi aliran awan panas akan mengarah ke sektor selatan meliputi K. Gendol, K. Kuning dan K. Boyong. Potensi bahaya sekunder berupa lahar hujan dapat terjadi di semua alur sungai yang berhulu di G. Merapi.

IV. Rekomendasi
Dengan penurunan status aktivitas G. Merapi menjadi “SIAGA”, kepada para pemangku kepentingan dalam penanggulangan bencana G. Merapi direkomendasikan sebagai
berikut :

1. Tidak ada kegiatan di daerah Kawasan Rawan Bencana III G. Merapi (KRB sementara, terlampir) dalam radius 2.5 km dari puncak G. Merapi. Lebih khusus
pada KRB III sementara di wilayah Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak dan Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman.

2. Wilayah bahaya lahar berada pada jarak 300 meter dari bibir sungai yang berhulu di puncak G. Merapi meliputi K. Woro (Kab. Klaten), K. Gendol, K. Kuning, K. Boyong (Kab. Sleman), K. Bedog, K. Krasak, K. Bebeng, K. Sat, K. Lamat, K. Senowo, K. Trising (Kab. Magelang), dan K. Apu (Kab. Boyolali). Pada saat terjadi hujan di sekitar G. Merapi, guna mengurangi risiko bahaya lahar hujan, masyarakat tidak
melakukan kegiatan pada wilayah bahaya lahar tersebut.

3. Kerena banyak pemukiman penduduk yang terlanda awanpanas, maka pemerintah daerah agar melakukan penataan ruang ulang dengan mengacu pada Peta Kawasan Rawan Bencana G. Merapi yang dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

4. Jika terjadi peningkatan atau penurunan aktivitas G. Merapi maka status aktivitas G. Merapi akan dinaikkan atau diturunkan.

5. Masyarakat agar tidak terpancing isu-isu mengenai erupsi G. Merapi yang tidak jelas sumbernya dan tetap mengikuti arahan aparat pemerintah daerah atau menanyakan langsung ke Pos Pengamatan G. Merapi terdekat atau ke kantor BPPTK, Jalan Cendana No. 15, Yogyakarta, telefon: (0274) 514180.

6. Pemerintah daerah harap menyosialisasikan rekomendasi ini kepada masyarakat. Demikian kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terima kasih.

a.n. Kepala Badan Geologi
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi
Dr. Surono
NIP. 19550708 198403 1 003
Tembusan:
1. Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral
2. Kepala Badan Geologi
3. Sekretaris Badan Geologi
4. Direktur Manajemen Pencegahan dan Penanggulangan Bencana, KEMENDAGRI
5. Deputi I Menko Kesra Bidang Koordinasi Kerawanan Sosial
6. Biro Hukum dan Humas, KESDM
7. Mabes TNI
8. Pusat Data dan Informasi, KESDM
9. Kepala Pusat Krisis, Kementerian Kesehatan
10. Badan Kesbanglinmas, Provinsi DIY
11. Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Provinsi Jawa Tengah
5
LAMPIRAN



Gambar 1. Grafik kegempaan G. Merapi 1 Oktober – 2 Desember 2010






Gambar 2. Data RSAM kumulatif per hari, 12 Oktober – 2 Desember 2010






Gambar 3. Spektrum tremor G. Merapi dari Stasiun Seismik Plawangan





Gambar 4. Data tiltmeter komponen tangensial (atas) dan komponen radial (bawah)





Gambar 5. Emisi gas SO2 di udara berdasarkan data satelit OMI dan AIRS






Gambar 6. Peta Kawasan Rawan Bencana G. Merapi sementara



Sumber: BPPTK